KOTA TANGERANG, LENSABANTEN.CO.ID – Gas elpiji 3 kg atau yang dikenal sebagai gas melon mengalami kelangkaan di Tangerang, Banten, dalam beberapa pekan terakhir. Kondisi ini diduga disebabkan oleh meningkatnya daya beli masyarakat, terutama menjelang dan setelah perayaan Natal, Tahun Baru, serta Imlek.
Penyebab Kelangkaan dan Dampaknya
Fuad, seorang pekerja agen gas elpiji 3 kg di Jalan KH Hasyim Ashari, Cipondoh, Kota Tangerang, mengungkapkan bahwa meningkatnya permintaan membuat stok gas cepat menipis.
“Kalau menurut saya bukan ada kelangkaan, tapi lebih ke peningkatan daya beli masyarakat terhadap gas 3 kg. Sehingga stok yang ada menjadi cepat habis,” ujarnya pada Jumat, 31 Januari 2025.
Fuad menambahkan bahwa setiap hari agennya menyuplai sekitar 100–120 tabung gas ke mobil pengantar untuk didistribusikan ke pangkalan. Namun, karena tingginya permintaan, terutama dalam suasana Imlek, gas melon menjadi sulit ditemukan di pasaran.
Meskipun terjadi kelangkaan, Fuad memastikan bahwa harga di pangkalannya tetap sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), yaitu Rp19.000 per tabung, sebagaimana yang ditetapkan dalam SK Wali Kota Tangerang No.001/KEP.175-INDAGKOP/2022. Sementara itu, harga di tingkat pengecer bisa mencapai Rp23.000 per tabung.
“Harga di pangkalan masih stabil di Rp19.000. Mungkin yang Rp23.000 itu harga di pengecer,” katanya.
Keluhan Warga dan Wacana Pembatasan Penjualan
Kelangkaan gas melon ini telah dirasakan oleh warga dalam dua minggu terakhir. Ratih, warga Kota Tangerang, mengaku kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kg meskipun telah berkeliling ke berbagai agen dan pangkalan.
“Sudah dua minggu terakhir ini gas 3 kg sulit sekali. Saya sudah muter-muter dari agen, pangkalan, hingga pengecer, tapi stoknya kosong semua. Saya bingung harus cari ke mana lagi,” keluhnya kepada Jurnalis Lensabanten.co.id pada Sabtu, 1 Februari 2025.
Tanggapan dan Tindakan dari Pemerintah Pusat
Di sisi lain, pemerintah pusat tengah mewacanakan pembatasan penjualan gas melon. Nantinya, pembelian gas elpiji 3 kg hanya dapat dilakukan di penyalur resmi seperti pangkalan atau sub-penyalur yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Akibatnya, pengecer kecil, seperti warung kelontong, kemungkinan tidak lagi bisa menjual gas tersebut.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun buka suara terkait isu pengecer yang tak lagi bisa mendapatkan distribusi LPG 3 kg dari Pertamina mulai 1 Februari 2025.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyatakan bahwa pemerintah sedang menata sistem distribusi agar LPG 3 kg dapat dijual sesuai dengan batas harga yang telah ditetapkan.
“Jadi, pengecer justru kita jadikan pangkalan. Mereka bisa tetap berjualan asalkan mendaftarkan Nomor Induk Berusaha (NIB) terlebih dahulu,” ujar Yuliot.
Dengan demikian, pengecer LPG 3 kg tidak akan dihilangkan begitu saja. Mereka masih dapat memperoleh pasokan gas dan berjualan, tetapi harus terdaftar dalam sistem Online Single Submission (OSS).
“Per 1 Februari ini akan ada peralihan. Kami memberikan waktu satu bulan bagi pengecer untuk mendaftarkan diri sebagai pangkalan,” imbuhnya.
Menurut Yuliot, skema distribusi baru ini bertujuan untuk memperpendek rantai distribusi agar penyaluran lebih tepat sasaran.
“Kami tidak menaikkan kelas pengecer, hanya menata distribusi agar lebih efisien. Jika pengecer menjadi pangkalan resmi, mata rantai distribusi akan lebih pendek,” tandasnya.
Keberatan dari Pengecer
Kebijakan ini menuai respons beragam dari pengecer. Lutfhi, seorang pengecer gas 3 kg di Kecamatan Cipondoh, mengaku keberatan jika pengecer kecil benar-benar dilarang menjual gas melon.
“Kalau dicabut atau dihilangkan, saya mau jual apa? Bingung saya nanti. Penjualan pasti berkurang, otomatis pendapatan juga turun,” tegasnya pada Sabtu, 1 Februari 2025.
Meski baru sebatas wacana, kelangkaan gas melon sudah terjadi di berbagai tempat, terutama di warung-warung kecil yang biasa menjual gas elpiji 3 kg.
Warga dan pedagang berharap pemerintah dapat mencari solusi yang tidak merugikan masyarakat kecil, terutama mereka yang bergantung pada gas 3 kg untuk kebutuhan rumah tangga dan usaha kecil.